Jumat, 24 Mei 2013

10 Ribu Rupiah Membuat Anda Mengerti Cara Bersyukur

Ada seorang sahabat
menuturkan kisahnya. Dia bernama Budiman.
Sore itu ia menemani istri dan seorang
putrinya berbelanja kebutuhan rumah tangga
bulanan di sebuah toko swalayan. Usai
membayar, tangan-tangan mereka sarat
dengan tas plastik belanjaan.
Baru saja mereka keluar dari toko swalayan,
istri Budiman dihampiri seorang wanita
pengemis yang saat itu bersama seorang
putri kecilnya. Wanita pengemis itu berkata
kepada istri Budiman, "Beri kami sedekah,
Bu!"
Istri Budiman kemudian membuka dompetnya
lalu ia menyodorkan selembar uang kertas
berjumlah 1000 rupiah. Wanita pengemis itu
lalu menerimanya. Tatkala tahu jumlahnya
tidak mencukupi kebutuhan, ia lalu
menguncupkan jari-jarinya mengarah ke
mulutnya. Kemudian pengemis itu memegang
kepala anaknya dan sekali lagi ia
mengarahkan jari-jari yang terkuncup itu ke
mulutnya, seolah ia ingin berkata, "Aku dan
anakku ini sudah berhari-hari tidak makan,
tolong beri kami
tambahan sedekah untuk bisa membeli
makanan!"
Mendapati isyarat pengemis wanita itu, istri
Budiman pun membalas isyarat dengan gerak
tangannya seolah berkata, "Tidak... tidak, aku
tidak akan menambahkan sedekah untukmu!"
Ironisnya meski tidak menambahkan
sedekahnya, istri dan putrinya Budiman
malah menuju ke sebuah gerobak gorengan
untuk membeli cemilan. Pada kesempatan
yang sama Budiman berjalan ke arah ATM
center guna mengecek saldo rekeningnya.
Saat itu memang tanggal gajian, karenanya
Budiman ingin mengecek saldo rekening dia.
Di depan ATM, Ia masukkan kartu ke dalam
mesin. Ia tekan langsung tombol INFORMASI
SALDO. Sesaat kemudian muncul beberapa
digit angka yang membuat Budiman
menyunggingkan senyum kecil dari mulutnya.
Ya, uang gajiannya sudah masuk ke dalam
rekening.
Budiman menarik sejumlah uang dalam
bilangan jutaan rupiah dari ATM. Pecahan
ratusan ribu berwarna merah kini sudah
menyesaki dompetnya. Lalu ada satu lembar
uang berwarna merah juga, namun kali ini
bernilai 10 ribu yang ia tarik dari dompet.
Uang itu Kemudian ia lipat kecil untuk
berbagi dengan wanita pengemis yang tadi
meminta tambahan sedekah.
Saat sang wanita pengemis melihat nilai
uang yang diterima, betapa girangnya dia. Ia
pun berucap syukur kepada Allah dan
berterima kasih kepada Budiman dengan
kalimat-kalimat penuh kesungguhan:
"Alhamdulillah... Alhamdulillah...
Alhamdulillah... Terima kasih tuan! Semoga
Allah memberikan rezeki berlipat untuk tuan
dan keluarga. Semoga Allah memberi
kebahagiaan lahir dan batin untuk tuan dan
keluarga. Diberikan karunia keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah. Rumah tangga
harmonis dan anak-anak yang shaleh dan
shalehah. Semoga tuan dan keluarga juga
diberi kedudukan yang terhormat kelak nanti
di surga...!"
Budiman tidak
menyangka ia
akan mendengar respon yang begitu
mengharukan. Budiman mengira bahwa
pengemis tadi hanya akan berucap terima
kasih saja. Namun, apa yang diucapkan oleh
wanita pengemis tadi sungguh membuat
Budiman terpukau dan membisu. Apalagi
tatkala sekali lagi ia dengar wanita itu
berkata kepada putri kecilnya, "Dik,
Alhamdulillah akhirnya kita bisa makan
juga....!"
Deggg...!!! Hati Budiman tergedor dengan
begitu kencang. Rupanya wanita tadi
sungguh berharap tambahan sedekah agar ia
dan putrinya bisa makan. Sejurus kemudian
mata Budiman membuntuti kepergian mereka
berdua yang berlari menyeberang jalan, lalu
masuk ke sebuah warung tegal untuk makan
di sana.
Budiman masih terdiam dan terpana di
tempat itu. Hingga istri dan putrinya kembali
lagi dan keduanya menyapa Budiman. Mata
Budiman kini mulai berkaca-kaca dan
istrinya pun mengetahui itu. "Ada apa Pak?"
Istrinya bertanya.
Dengan suara yang agak berat dan terbata
Budiman menjelaskan: "Aku baru saja
menambahkan sedekah kepada wanita tadi
sebanyak 10 ribu rupiah!"
Awalnya istri Budiman hampir tidak setuju
tatkala Budiman mengatakan bahwa ia
memberi tambahan sedekah kepada wanita
pengemis. Namun Budiman kemudian
melanjutkan kalimatnya:
"Bu..., aku memberi sedekah kepadanya
sebanyak itu. Saat menerimanya, ia berucap
hamdalah berkali-kali seraya bersyukur
kepada Allah. Tidak itu saja, ia mendoakan
aku, mendoakan dirimu, anak-anak dan
keluarga kita. Panjaaaang sekali ia berdoa!
Dia hanya menerima karunia dari Allah Swt
sebesar 10 ribu saja sudah sedemikian
hebatnya bersyukur. Padahal aku sebelumnya
melihat di ATM saat aku mengecek saldo dan
ternyata di sana ada jumlah yang mungkin
ratusan bahkan ribuan kali lipat dari 10 ribu
rupiah. Saat melihat saldo itu, aku hanya
mengangguk-angguk dan tersenyum. Aku
terlupa bersyukur, dan aku lupa berucap
hamdalah.
Bu..., aku malu kepada Allah! Dia terima
hanya 10 ribu begitu bersyukurnya dia
kepada Allah dan berterimakasih kepadaku.
Kalau memang demikian, siapakah yang
pantas masuk ke dalam surga Allah, apakah
dia yang menerima 10 ribu dengan syukur
yang luar biasa, ataukah aku yang menerima
jumlah lebih banyak dari itu namun
sedikitpun aku tak berucap hamdalah."
Budiman mengakhiri kalimatnya dengan
suara yang terbata-bata dan beberapa bulir
air mata yang menetes. Istrinya pun menjadi
lemas setelah menyadari betapa selama ini
kurang bersyukur sebagai hamba. Ya Allah,
ampunilah kami para hamba-Mu yang kerap
lalai atas segala nikmat-Mu

Kisah Seorang Wanita Yang Menjual Keperawanannya

Wanita itu berjalan agak ragu memasuki hotel
berbintang lima. Sang petugas satpam yang
berdiri di samping pintu hotel menangkap
kecurigaan pada wanita itu. Tapi dia hanya
memandang saja dengan awas ke arah
langkah wanita itu yang kemudian mengambil
tempat duduk di lounge yang agak dipojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian
lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya
terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter
mendatanginya tapi, wanita itu hanya
menggelengkan kepala. Mejanya masih
kosong. Tak ada yang dipesan. Lantas untuk
apa wanita itu duduk seorang diri.Adakah
seseorang yang sedang ditunggunya.
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa
wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang
biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya
nampak belum terlalu dewasa. Tapi tak bisa
dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang
tengah beranjak dewasa. Setelah sekian lama,
akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk
mendekati meja wanita itu dan bertanya:
” Maaf, nona … Apakah anda sedang
menunggu seseorang? ”
” Tidak! ” Jawab wanita itu sambil
mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
” Lantas untuk apa anda duduk di sini?”
” Apakah tidak boleh? ” Wanita itu mulai
memandang ke arah sang petugas satpam..
” Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya
diperuntukkan bagi orang yang ingin
menikmati layanan kami.”
” Maksud, bapak? ”
”Anda harus memesan sesuatu untuk bisa
duduk disini ”
”Nanti saya akan pesan setelah saya ada
uang. Tapi sekarang, izinkanlah saya duduk di
sini untuk sesuatu yang akan saya jual ” Kata
wanita itu dengan suara lambat.
”Jual? Apakah anda menjual sesuatu disini? ”
Petugas satpam itu memperhatikan wanita
itu. Tak nampak ada barang yang akan dijual.
Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang
hanya membawa brosur.
”Ok, lah. Apapun yang akan anda jual,ini
bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon
mengerti. ”
”Saya ingin menjual diri saya, ” Kata wanita
itu dengan tegas sambil menatap dalam-
dalam kearah petugas satpam itu. Petugas
satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri
dan ke kanan.
” Mari ikut saya,” Kata petugas satpam itu
memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan
kooperatif karena ada secuil senyum di wajah
petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu
melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya
untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon
antar ruangan yang tersedia khusus bagi
pengunjung yang ingin menghubungi
penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah
deal berlangsung.
” Apakah anda serius? ”
” Saya serius ” Jawab wanita itu tegas.
” Berapa tarif yang anda minta? ”
” Setinggi-tingginya.”
” Mengapa?” Petugas satpam itu terkejut
sambil menatap wanita itu.
” Saya masih perawan”
” Perawan? ” Sekarang petugas satpam itu
benar-benar terperanjat. Tapi wajahnya
berseri. Peluang emas untuk mendapatkan
rezeki berlebih hari ini.. pikirnya
” Bagaimana saya tahu anda masih
perawan?”
” Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu
membedakan mana perawan dan mana
bukan.. Ya kan …”
” Kalau tidak terbukti? ”
” Tidak usah bayar …”
” Baiklah …” Petugas satpam itu menghela
napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
” Saya akan membantu mendapatkan pria
kaya yang ingin membeli keperawanan anda.

” Cobalah. ”
” Berapa tarif yang diminta? ”
” Setinggi-tingginya. ”
” Berapa? ”
” Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa?

” Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu
hotel ini. Tunggu sebentar ya. ”
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan
wanita itu. Tak berapa lama kemudian,
petugas satpam itu datang lagi dengan wajah
cerah.
” Saya sudah dapatkan seorang penawar.Dia
minta Rp. 5 juta. Bagaimana? ”
” Tidak adakah yang lebih tinggi? ”
” Ini termasuk yang tertinggi, ”Petugas
satpam itu mencoba meyakinkan.
” Saya ingin yang lebih tinggi…”
” Baiklah. Tunggu disini …” Petugas satpam
itu berlalu.
Tak berapa lama petugas satpam itu datang
lagi dengan wajah lebih berseri.
” Saya dapatkan harga yang lebih tinggi. Rp.
6 juta rupiah. Bagaimana? ”
” Tidak adakah yang lebih tinggi? ”
” Nona, ini harga sangat pantas untuk anda.
Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh
pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa.
Atau andai perawan anda diambil oleh pacar
anda, anda pun tidak akan mendapatkan apa
apa, kecuali janji. Dengan uang Rp. 6 juta
anda akan menikmati layanan hotel
berbintang untuk semalam dan keesokan
paginya anda bisa melupakan semuanya
dengan membawa uang banyak. Dan lagi,
anda juga telah berbuat baik terhadap saya.
Karena saya akan mendapatkan komisi dari
transaksi ini dari tamu hotel. Adil kan. Kita
sama-sama butuh … ”
” Saya ingin tawaran tertinggi … ”Jawab
wanita itu, tanpa peduli dengan celoteh
petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun tidak
kehilangan semangat.
” Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya.
Tapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong
kancing baju anda disingkapkan sedikit. Agar
ada sesuatu yang memancing mata orang
untuk membeli. ” Kata petugas satpam itu
dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas
satpam itu tapi tetap mengikuti langkah
petugas satpam itu memasuki lift. Pintu
kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak
pria bermata sipit agak berumur tersenyum
menatap mereka berdua. ” Ini yang saya
maksud, tuan. Apakah tuan berminat? ” Kata
petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan
seksama ke sekujur tubuh wanita itu …
” Berapa? ” Tanya pria itu kepada wanita itu.
” Setinggi-tingginya ” Jawab wanita itu
dengan tegas.
” Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar
orang? ” Kata pria itu kepada sang petugas
satpam.
” Rp.. 6 juta, tuan ”
” Kalau begitu saya berani dengan hargaRp. 7
juta untuk semalam. ”
Wanita itu terdiam.
Petugas satpam itu memandang ke
arahwanita itu dan berharap ada jawaban
bagus dari wanita itu.
” Bagaimana? ” tanya pria itu.
”Saya ingin lebih tinggi lagi …” Kata wanita
itu.
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
” Bawa pergi wanita ini. ” Kata pria itu kepada
petugas satpam sambil menutup pintu kamar
dengan keras.
” Nona, anda telah membuat saya kesal.
Apakah anda benar benar ingin menjual? ”
” Tentu! ”
” Kalau begitu mengapa anda menolak harga
tertinggi itu … ”
” Saya minta yang lebih tinggi lagi …”
Petugas satpam itu menghela napas panjang.
Seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin
kesempatan ini hilang. Dicobanya untuk tetap
membuat wanita itu merasa nyaman
bersamanya.
” Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi
saja, ya. Saya akan mencoba mencari
penawar yang lainnya. ”
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha
memandang satu per satu pria yang ada.
Berusaha mencari langganan yang biasa
memesan wanita melaluinya. Sudah sekian
lama, tak ada yang nampak dikenalnya.
Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada
seorang pria yang sedang berbicara lewat
telepon genggamnya.
” Bukankah kemarin saya sudah kasihkamu
uang 25 juta Rupiah. Apakah itu tidak cukup?
” Terdengar suara pria itu berbicara. Wajah
pria itu nampak masam seketika.
” Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya
kangen kamu. Kan sudah seminggu lebih kita
enggak ketemu, ya sayang?! ”
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria itu
sedang berbicara dengan wanita. Kemudian,
dilihatnya, pria itu menutup teleponnya. Ada
kekesalan di wajah pria itu. Dengan tenang,
petugas satpam itu berkata kepada pria itu: ”
Pak, apakah anda butuh wanita … Huh ”
Pria itu menatap sekilas kearah petugas
satpam dan kemudian memalingkan
wajahnya.
” Ada wanita yang duduk disana, ”Petugas
satpam itu menunjuk kearah wanita
tadi. Petugas satpam itu tak kehilangan akal
untuk memanfaatkan peluang ini. “Dia masih
perawan..”
Pria itu mendekati petugas satpam itu.
Wajah mereka hanya berjarak setengah meter.
” Benarkah itu? ”
” Benar, pak. ”
” Kalau begitu kenalkan saya denganwanita
itu … ”
” Dengan senang hati. Tapi, pak … wanitaitu
minta harga setinggi tingginya.”
” Saya tidak peduli … ” Pria itu menjawab
dengan tegas.
Pria itu menyalami hangat wanita itu.
” Bapak ini siap membayar berapa pun yang
kamu minta. Nah, sekarang seriuslah ….” Kata
petugas satpam itu dengan nada kesal.
” Mari kita bicara di kamar saja.” Kata pria itu
sambil menyisipkan uang kepada petugas
satpam itu.
Wanita itu mengikuti pria itu
menujukamarnya.
Di dalam kamar …
” Beritahu berapa harga yang kamu minta? ”
” Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari
penyakit ”
” Maksud kamu? ”
” Saya ingin menjual satu satunya harta dan
kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya.
Itulah cara saya berterima kasih…. ”
” Hanya itu …”
” Ya …! ”
Pria itu memperhatikan wajah wanita itu.
Nampak terlalu muda untuk menjual
kehormatannya. Wanita ini tidak menjual
cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya.
Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai
petarung gagah berani di tengah kehidupan
sosial yang tak lagi gratis.Pria ini sadar,
bahwa dihadapannya ada sesuatu kehormatan
yang tak ternilai.Melebihi dari kehormatan
sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan
untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa
sesal. Wanita ini tidak melawan gelombang
laut melainkan ikut kemana gelombang
membawa dia pergi. Ada kepasrahan diatas
keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan
akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang
terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
” Siapa nama kamu? ”
” Itu tidak penting. Sebutkanlah harga yang
bisa bapak bayar … ” kata wanita itu
” Saya tak bisa menyebutkan harganya.
Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas
ditawar. ”
”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan! ”
” Ada! ” kata pria itu seketika.
” Sebutkan! ”
” Saya membayar keberanianmu. Itulah yang
dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang
ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk
membawa ibumu ke rumah sakit. Dan
sekarang pulanglah … ” Kata pria itu sambil
menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
” Saya tidak mengerti …”
” Selama ini saya selalu memanjakan istri
simpanan saya. Dia menikmati semua
pemberian saya tapi dia tak pernah berterima
kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi
maka selamanya dia selalu meminta. Tapi
hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih
dari seorang wanita yang gagah berani untuk
berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu
kehormatan yang tak ada nilainya bila saya
bisa membayar …”
” Dan, apakah bapak ikhlas…? ”
” Apakah uang itu kurang? ”
” Lebih dari cukup, pak … ”
” Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya
satu hal? ”
” Silahkan …”
” Mengapa kamu begitu beraninya … ”
” Siapa bilang saya berani. Saya takut pak …
tapi lebih dari seminggu saya berupaya
mendapatkan cara untuk membawa ibu saya
ke rumah sakit dan semuanya gagal. Ketika
saya mengambil keputusan untuk menjual
kehormatan saya maka itu bukanlah karena
dorongan nafsu. Bukan pula pertimbangan
akal saya yang `bodoh` … Saya hanya
bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan
… ”
” Keyakinan apa? ”
” Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau
siapa saja, maka Tuhanlah yang akan
menjaga kehormatan kita … ”
Wanita itu kemudian melangkah keluar
kamar. Sebelum sampai di pintu wanita itu
berkata:
” Lantas apa yang bapak dapat dari membeli
ini … ”
” Kesadaran… ”
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh.
Seorang ibu yang sedang terbaring sakit
dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
” Kamu sudah pulang, nak ”
” Ya, bu … ”
” Kemana saja kamu, nak … Huh”
” Menjual sesuatu, bu … ”
” Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan
wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya
tersenyum …
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-
sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang
serba pongah ini. Di tengah situasi yang tak
ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang.
Membeli dan menjual adalah keseharian yang
tak bisa dielakkan. Tapi Tuhan selalu memberi
tanpa pamrih, tanpa perhitungan ….
” Kini saatnya ibu untuk berobat … ”
Digendongnya ibunya dari pembaringan,
sambil berkata: ” Tuhan telah membeli yang
saya jual… ”.
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel
masih setia menunggu di depan rumahnya.
Dimasukannya ibunya ke dalam taksi dengan
hati-hati dan berkata kepada supir taksi: ”
Antar kami kerumah sakit …”